Halaman

categori

Selasa, 05 Maret 2013

Malaysia Kepung Gerilyawan Sulu

Bookmark and Share


KUALA LUMPUR - Jalur diplomasi mulai digunakan di tengah intensitas krisis di utara Kalimantan yang masih memburuk. Filipina mengutus Menteri Luar Negeri (Menlu) Albert Del Rosario ke Kuala Lumpur untuk mendesak pemerintah Malaysia memberikan toleransi maksimum kepada kelompok bersenjata Sulu yang sudah terkepung di daerah pantai timur negara bagian Sabah.

Juru bicara Deplu Filipina Raul Hernandez mengatakan pada Senin (4/3) bahwa Menlu Albert Del Rosario dijadwalkan bertemu Menlu Malaysia Anifah Aman.

Pertemuan diadakan untuk menyampaikan seruan agar Malaysia menahan diri dalam menghadapi kelompok bersenjata asal Filipina yang telah menduduki wilayah Lahad Datu sejak bulan lalu.

Pemerintah Malaysia memang tak mau kompromi. Kemarin, mereka menambah jumlah pasukan militer ke Sabah untuk memburu kelompok bersenjata Sulu. Kantor berita AFP melaporkan, konflik sejauh ini total telah menewaskan 27 orang, terdiri dari delapan polisi Malaysia dan 19 warga Filipina.

Menlu Filipina juga mengajukan permintaan langsung kepada Malaysia agar diizinkan mengirim kapal angkatan laut guna mengangkut bantuan kemanusiaan dan medis ke Sabah. Kapal itu juga disediakan untuk memberikan bantuan konsuler serta mengangkut warga Filipina pulang.

“Oleh karena itu pemerintah Filipina memohon kepada pihak berwenang Malaysia untuk memberikan toleransi maksimum dalam menangani para anggota kelompok Kiram yang tersisa,” kata Raul.

Pada saat yang sama, pemerintah Filipina juga menyerukan kepada kelompok bersenjata Kesultanan Sulu untuk meninggalkan Sabah.

“Pemerintah Filipina menyerukan kepada pasukan Kesultanan Sulu pimpinan Datu Raju Muda Agbimuddin Kiram untuk menyerahkan diri secara damai," kata Raul.

Ratusan pria bersenjata dari Filipina mendarat di Lahad Datu, Sabah, bulan lalu. Mereka mengaku sebagai pasukan Kesultanan Sulu yang berhak atas wilayah itu.

Pada masa kejayaannya, Kesultanan Sulu menguasai sejumlah pulau Filipina selatan dan sebagian wilayah di Borneo atau Pulau Kalimantan.

Mereka mengklaim Sabah sebagai wilayah mereka sebelum dijadikan wilayah protektorat Inggris pada 1800-an. Namun, Sabah menjadi bagian Malaysia pada 1963, dan Malaysia masih membayar sewa ke Kesultanan Sulu setiap tahun.

DIANGKUT PESAWAT SIPIL

Kemarin, tambahan pasukan Malaysia berangkat ke Lahad Datu, Semporna dan Kunak, tiga daerah paling awan yang kini menjadi basis gerilyawan Kesultanan Sulu. Tentara itu diangkut pesawat-pesawat sipil seperti Air Asia dan Malaysia Airlines.

“Memang armada untuk sipil dikurangi. Sekarang diprioritaskan untuk askar (tentara) dan officer (petugas),” ujar Cik Zainab Hasnah, petugas penerangan Bandar Udara Internasional Kinabalu kepada JPNN malam tadi. Koran ini berusaha mencari penerbangan langsung ke Lahad Datu setelah transit dari Kuala Lumpur.

“Di sekitar wilayah konflik sekarang susah cari pesawat. Sering cancel. Terutama jurusan Tawau, Sampakan, dan Lahad Datu,” katanya. Perempuan ramah ini lantas menyarankan agar wartawan harian ini menempuh jalan darat dengan bus yang memakan waktu 9 jam perjalanan dari Kinabalu ke Lahad Datu.

Rupanya, seorang penjaga konter kartu prabayar mencuri dengar pembicaraan JPNN dengan Hasna. “Tak baik berangkat malam. Rawan sekali, tunggu pagi,” kata Boboy, pemuda asli Lahad Datu itu.

Dia lantas menelepon ayahnya, Haji Sulaiman, seorang ketua daerah (semacam pengurus kabupaten) di Lahad Datu. Rupanya, sang ayah sedang berada di surau. “Sekarang warga sedang berdoa di surau-surau. Mendoakan keselamatan askar,” katanya.

Sebagai warga asli Lahad Datu, Boboy cukup khawatir dengan keselamatan keluarganya yang tinggal di Jalan Sri Perdana itu. “Tapi karena abah adalah ketua daerah, jadi dijaga polisi. Aman-lah,” katanya.

Dia berharap krisis di Lahad Datu segera berakhir dan damai kembali. “Tak ada masalah apapun dengan warga keturunan Sulu di sana, kita selalu damai,” kata Boboy yang bekerja di outlet bandara itu sejak tahun lalu.

Informasi yang dihimpun, sebanyak 352 prajurit dari Brigade 8 yang bermarkas di Pangkalan Chepa Kota Baru juga sudah diberangkatkan ke Lahad Datu dengan dua kali penerbangan Air Asia.

Tampaknya otoritas Malaysia hendak melakukan strategi alienasi (isolasi) agar gerilyawan Sultan Sulu tak bisa keluar dari tiga area. Diketahui mereka sudah masuk ke Kampung Tandau (ini yang paling banyak, diperkirakan 200-an personel) Lahad Datu, Simunul daerah Semporna, dan kampung Lormalong daerah Kunak. Ditengarai jumlah gerilyawan yang “menyerbu” Sabah dari basis mereka di selatan Filipina mencapai 243 orang.

Dalam jumpa pers sebelumnya Inspector General Police Tan Sri Ismail Omar menjelaskan, dari analisis intelijen, gerilyawan Sulu menguasai teknik kontra gerilya yang mumpuni. Mereka menggunakan teknik hit and run dan menyergap petugas yang sedang berpatroli dalam jumlah di bawah 10 orang.

TKI SUDAH AMAN

Sementara itu, Radar Tarakan (Kaltim Post Group) melaporkan, ratusan tenaga kerja Indonesia (TKI) di Sabah dikabarkan sudah diamankan. “Informasi yang kami terima, sekitar 600 TKI telah diamankan. Saya juga dapat SMS dari Konsul Tawau bahwa WNI di sana tidak terpengaruh konflik tersebut. TKI kita dalam keadaan aman saja,’’ ungkap Kepala Imigrasi Kelas II Nunukan I Gunawan Kusuma Subrata kemarin.

Hingga kemarin, belum ada lonjakan penumpang TKI ke Nunukan. Baik melalui jalur Pelabuhan Tunon Taka maupun jalur penyeberangan lain di Sungai Nyamuk, Kecamatan Sebatik Utara.

“Memang ada konflik. Tapi, tidak ada pengaruh pemulangan TKI. Demikian juga, pengamanan yang diberikan pemerintah Malaysia kepada warga kita di sana sudah dilakukan,” katanya.

Bagian Sosial Budaya dan Pendidikan Konsulat RI Tawau Arnanto membenarkan bahwa ratusan TKI telah diamankan. “Seluruh WNI telah dipindahkan ke Tawau dan Kota Kinabalu. Jadi, sudah tidak ada di daerah konflik Lahad Datu. Aman-aman saja-lah,” ujarnya.

Kabar ini dipastikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI Michael Tene. “KBRI ataupun KJRI terus memantau perkembangan,” ujar Tene.

“Tercatat 162 WNI pekerja di ladang sawit telah diungsikan dari tempat kejadian,” tambah Konsulat RI di Tawau Soepeno Sahid melalui rilisnya.

Meski begitu, otoritas Nunukan tetap siaga mengantisipasi lonjakan penumpang. Pihak Kepolisian Sektor Kawasan Pelabuhan (KSKP) Polres Nunukan kemarin menggelar pertemuan dengan sejumlah pimpinan instansi vertikal yang terlibat langsung di Pelabuhan Tunon Taka. Seperti, Bea Cukai, Imigrasi, Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan, serta PT Pelindo. Dalam pertemuan tersebut, dibahas tentang teknis melayani penumpang yang masuk dan berangkat ke Tawau.

Kapolsek KSKP AKP Sumarwanta mengaku belum menerima informasi pemulangan TKI terkait konflik di Sabah. “Masih normal-normal saja. Bahkan, sebelum konflik terjadi, pemerintah Malaysia sudah melakukan deportasi seminggu bisa sampai 2 kali pengiriman,” kata dia.

“Tapi, kami meningkatkan pelayanan masing-masing. Dari kepolisian meningkatkan keamanan dan kelancaran arus penumpang di pelabuhan. Bea Cukai (urusan) pemeriksaan terhadap barang-barang ilegal, dari Imigrasi, demikian juga dengan KPLP maupun pihak Pelindo. Semua yang terkait di pelabuhan saja,” sambung Sumarwanta. (gen/rdl/sam/ica/jpnn/c5/nw/k1)

Sumber Berita : Kaltim Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar